Beberapa luka akan menyisakan bekas—tanda bahwa sebuah peristiwa pernah ada. Memang tak ada lagi darah, nanah, daging yang koyak, atau kulit tersayat. Tapi jejak terlanjur terpacak dan manusia biasa tak bisa mengulang waktu untuk kembali ke masa lalu.
Benar, kita bisa melupakan saat-saat kita bersedih dan terluka, tetapi sakitnya tetap akan terkenang; dada yang perih, perasaan yang tak pernah cukup diwakilkan pada kata-kata. Barangkali sudah kering air mata, dan kita tak perlu menangis lagi, tetapi sensasi hangat yang menjalar di tebing pipi kita masih akan tetap terasa: saat-saat di mana kita jadi manusia yang lupa cara bicara.
Lalu pada saatnya kita akan tertidur, barangkali karena kelelahan. Dan ketika kita bangun, entah apa yang terjadi: dada kita sakit seperti baru saja dihantam ladam. Napas kita jadi berat, ada jerit yang menggumpal jadi sesak yang mengganjal di leher kita yang majal.
Sesungguhnya, di sanalah kita ingin sendiri: mengasingkan diri dari kebisingan, mengakrabi ruang-ruang hati milik kita masing-masing. Bukan untuk jadi pengecut: Kita ingin sendiri karena kita menyadari bahwa kita manusia biasa yang mungkin terluka.
Kita hanya ingin sendiri. Sendiri saja. Sesekali menangis tidak apa-apa. :)
Menamatkan sang mimpi
Dan satu malaikat
Dia tertinggal di sini
Apa yang telah kuperbuat
Menghancurkan semuanya
Satu hilaf berbisik
Dua hati terpecah
Adakah jalan pulang untukku
Aku yang bodoh melepasmu
Hal terbaik yang pernah ada
Di hidupku, kini aku tak tahu
Bagaimana cara melangkah tanpamu
Terhempas tak membekas
Bisu dan air mata
Maaf tidak berguna
Rapuhku tanpa arah
Adakah jalan pulang untukku
Aku yang bodoh melepasmu
Hal terbaik yang pernah ada
Di hidupku, kini aku tak tahu
Bagaimana cara melangkah tanpamu
Retak menyisakan
Jejak tak terhapus
Di mana kau kini
Sungguh aku rindu
...rindu!
Read more: http://www.fahdisme.com/2012/01/luka.html#ixzz1rbjlcciN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar